Mengelola jenis-jenis cuti karyawan sering menjadi sumber masalah ketika aturan tidak dipahami dengan jelas. Kesalahan pengelolaan cuti bisa memicu konflik internal, turunnya kepercayaan karyawan, hingga risiko pelanggaran hukum.
Tanpa sistem yang rapi, pencatatan cuti manual menyulitkan HR memantau hak dan kewajiban karyawan secara akurat. Di sinilah HRIS berperan membantu perusahaan mengelola cuti secara terstruktur, transparan, dan mudah dipantau.
Dengan pemahaman yang tepat dan dukungan sistem yang sesuai, manajemen cuti dapat berjalan lebih adil dan efisien. Hal ini tidak hanya menjaga kepatuhan regulasi, tetapi juga meningkatkan kenyamanan dan produktivitas tim.
Key Takeaways
Cuti karyawan adalah hak istirahat yang diatur undang-undang dan kebijakan perusahaan untuk berbagai keperluan.
Jenis cuti meliputi cuti tahunan, sakit, melahirkan, alasan penting, cuti besar, dan cuti bersama.
Software HRIS Total ERP membantu mengelola semua jenis cuti karyawan secara otomatis dan akurat. Coba Demo Gratis!
- Apa Saja Jenis-Jenis Cuti yang Diatur dalam Undang-Undang?
- Jenis Cuti Lainnya Sesuai Kebijakan Perusahaan (Non-Regulasi)
- Bagaimana Cara Menghitung Hak Cuti Karyawan dengan Tepat?
- Tantangan Umum dalam Mengelola Cuti Karyawan dan Solusinya
- Otomatiskan Manajemen Cuti Karyawan dengan Software HRIS Total ERP
- Kesimpulan
Apa Saja Jenis-Jenis Cuti yang Diatur dalam Undang-Undang?
Regulasi ketenagakerjaan di Indonesia secara tegas mengatur beberapa jenis hak cuti yang wajib diberikan oleh perusahaan kepada karyawannya. Hak-hak ini tercantum dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang diperbarui melalui UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Pemahaman mendalam terhadap regulasi ini sangat penting untuk memastikan kepatuhan hukum dan menghindari potensi sanksi. Berikut adalah rincian setiap jenis cuti yang menjadi hak fundamental bagi setiap pekerja di Indonesia.
a. Cuti tahunan
Cuti tahunan adalah hak istirahat yang wajib diberikan kepada karyawan yang telah bekerja selama 12 bulan secara terus-menerus. Berdasarkan Pasal 79 UU Cipta Kerja, karyawan berhak atas istirahat tahunan paling sedikit 12 hari kerja.
Pelaksanaan cuti ini diatur lebih lanjut dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Perusahaan wajib memberikan hak ini untuk memastikan kesejahteraan dan pemulihan energi karyawan.
b. Cuti sakit
Karyawan yang tidak dapat bekerja karena sakit berhak atas cuti sakit dengan tetap menerima upah penuh. Untuk mendapatkan hak ini, karyawan harus memberikan surat keterangan sakit dari dokter yang sah.
Regulasi mengenai durasi cuti sakit diatur dalam Pasal 93 ayat (2) UU Ketenagakerjaan, yang menjelaskan skema pembayaran upah berdasarkan lamanya karyawan absen karena sakit. Kebijakan ini bertujuan melindungi karyawan dari kehilangan pendapatan saat kondisi kesehatan mereka terganggu.
c. Cuti melahirkan dan keguguran
Hak cuti melahirkan diberikan kepada karyawan perempuan untuk persiapan dan pemulihan pasca persalinan. Sesuai Pasal 82 UU Cipta Kerja, karyawan perempuan berhak atas istirahat selama 1,5 bulan sebelum dan 1,5 bulan sesudah melahirkan, dengan total 3 bulan.
Dalam kasus keguguran, karyawan perempuan berhak atas istirahat selama 1,5 bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter. Selama masa cuti ini, karyawan tetap berhak menerima upah penuh sebagai bentuk perlindungan dari negara.
d. Cuti haid
Meskipun tidak lagi diatur secara eksplisit dalam UU Cipta Kerja, praktik cuti haid masih relevan dan diatur dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan. Sebelumnya, Pasal 81 UU Ketenagakerjaan memberikan hak kepada pekerja perempuan untuk tidak bekerja pada hari pertama dan kedua masa haid jika merasakan sakit.
Saat ini, implementasinya bergantung pada kesepakatan antara perusahaan dan karyawan. Banyak perusahaan yang tetap mempertahankan kebijakan ini sebagai bagian dari upaya mendukung kesejahteraan karyawan perempuan.
e. Cuti karena alasan penting
Karyawan dapat mengambil cuti dengan tetap menerima upah untuk keperluan penting yang mendesak. Menurut Pasal 93 ayat (4) UU Ketenagakerjaan, beberapa alasan yang termasuk dalam kategori ini adalah pernikahan karyawan, pernikahan anak, khitanan anak, baptis anak, istri melahirkan atau keguguran, serta anggota keluarga inti yang meninggal dunia.
Durasi cuti yang diberikan bervariasi antara 1 hingga 3 hari, tergantung pada jenis keperluannya. Kebijakan ini memberikan fleksibilitas bagi karyawan untuk menangani urusan keluarga yang tidak dapat dihindari.
f. Cuti besar (istirahat panjang)
Cuti besar atau istirahat panjang adalah hak yang diberikan kepada karyawan dengan masa kerja tertentu di perusahaan yang sama. Pasal 79 UU Cipta Kerja menyebutkan bahwa perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Umumnya, hak ini diberikan kepada karyawan yang telah bekerja selama 6 tahun secara terus-menerus, dengan durasi istirahat sekitar satu bulan pada tahun ketujuh dan kedelapan. Namun, selama mengambil cuti besar, karyawan tersebut tidak berhak lagi atas cuti tahunannya di dua tahun berjalan.
g. Cuti bersama
Cuti bersama ditetapkan oleh pemerintah melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri dan biasanya berdekatan dengan hari libur nasional. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas hari kerja serta mendorong pariwisata domestik.
Pada dasarnya, cuti bersama bersifat fakultatif, namun sebagian besar perusahaan mengikutinya dengan memotong jatah cuti tahunan karyawan. Implementasinya harus didasarkan pada kesepakatan antara perusahaan dan karyawan.
Jenis Cuti Lainnya Sesuai Kebijakan Perusahaan (Non-Regulasi)
Selain cuti yang diwajibkan oleh undang-undang, banyak perusahaan modern menawarkan jenis cuti tambahan sebagai bagian dari kebijakan internal. Fleksibilitas ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan, loyalitas, dan keseimbangan hidup-kerja karyawan.
Kebijakan-kebijakan ini seringkali menjadi daya tarik bagi talenta terbaik dan mencerminkan budaya perusahaan yang suportif. Berikut adalah beberapa jenis cuti non-regulasi yang umum diterapkan.
a. Cuti di luar tanggungan perusahaan (unpaid leave)
Unpaid leave adalah periode di mana karyawan diizinkan untuk tidak masuk kerja tanpa menerima upah. Cuti ini biasanya diambil untuk keperluan pribadi yang mendesak dan berdurasi panjang, seperti melanjutkan pendidikan atau mengurus masalah keluarga yang serius.
Persetujuan untuk unpaid leave sepenuhnya merupakan diskresi perusahaan dan harus diatur secara jelas dalam peraturan internal. Selama periode ini, status karyawan tetap aktif, namun hak-hak finansial seperti gaji dan beberapa tunjangan dihentikan sementara.
b. Cuti untuk keperluan pendidikan
Beberapa perusahaan progresif mendukung pengembangan kompetensi karyawan dengan memberikan cuti khusus untuk pendidikan. Cuti ini dapat digunakan untuk mengikuti pelatihan, seminar, kursus sertifikasi, atau bahkan program studi formal yang relevan dengan pekerjaan.
Kebijakan ini merupakan investasi jangka panjang bagi perusahaan, karena karyawan yang lebih terampil akan memberikan kontribusi yang lebih besar. Durasi dan ketentuan cuti pendidikan sangat bervariasi antar perusahaan.
c. Cuti kompensasi (compensation leave)
Cuti kompensasi diberikan sebagai pengganti waktu kerja lembur yang telah dilakukan karyawan. Daripada membayar upah lembur, perusahaan memberikan hak libur tambahan yang setara dengan jam kerja ekstra yang telah dihabiskan.
Kebijakan ini memberikan fleksibilitas bagi karyawan untuk mendapatkan waktu istirahat tambahan. Sistem ini juga membantu perusahaan mengelola anggaran lembur secara lebih efisien.
d. Cuti khusus (misalnya, paternity leave, cuti duka tambahan)
Seiring berkembangnya kesadaran akan keseimbangan kerja dan keluarga, banyak perusahaan menawarkan cuti khusus. Salah satu yang populer adalah paternity leave, yaitu cuti bagi ayah untuk mendampingi istri pasca melahirkan, di luar yang telah diatur UU.
Selain itu, ada pula cuti duka tambahan yang memberikan waktu lebih lama bagi karyawan yang kehilangan anggota keluarga. Kebijakan-kebijakan ini menunjukkan empati dan dukungan perusahaan terhadap kondisi personal karyawannya.
Bagaimana Cara Menghitung Hak Cuti Karyawan dengan Tepat?
Perhitungan hak cuti yang akurat adalah kunci untuk menjaga transparansi dan keadilan di lingkungan kerja. Kesalahan dalam perhitungan dapat menyebabkan ketidakpuasan karyawan dan bahkan sengketa hukum yang merugikan perusahaan.
Manajemen HR perlu memahami metode perhitungan yang benar, terutama untuk skenario seperti karyawan baru, sisa cuti, dan karyawan yang mengundurkan diri. Berikut adalah panduan praktis untuk melakukan perhitungan tersebut.
a. Perhitungan cuti tahunan untuk karyawan baru (prorata)
Karyawan baru yang belum genap bekerja 12 bulan tetap berhak atas cuti tahunan, yang dihitung secara prorata. Rumus perhitungannya adalah: (Jumlah bulan bekerja / 12) x Total hak cuti tahunan (biasanya 12 hari).
Sebagai contoh, seorang karyawan yang mulai bekerja pada bulan Juli berhak atas (6/12) x 12 = 6 hari cuti pada akhir tahun. Metode ini memastikan bahwa hak cuti diberikan secara adil sesuai dengan masa kerja karyawan.
b. Aturan pemindahan sisa cuti (carry forward) dan cuti hangus
Sisa cuti tahunan yang tidak diambil oleh karyawan dapat diakumulasikan ke tahun berikutnya (carry forward) atau hangus, tergantung pada kebijakan perusahaan. UU Cipta Kerja memberikan fleksibilitas bagi perusahaan untuk mengatur hal ini dalam perjanjian kerja.
Umumnya, perusahaan mengizinkan sisa cuti untuk dibawa ke tahun berikutnya dengan batas waktu penggunaan, misalnya 6 bulan pertama. Jika tidak digunakan dalam periode tersebut, sisa cuti akan hangus untuk mendorong karyawan mengambil waktu istirahatnya.
c. Penggantian hak cuti (UHTK) saat karyawan resign
Ketika seorang karyawan mengundurkan diri, sisa hak cuti tahunan yang belum diambil wajib diganti dalam bentuk uang. Ini dikenal sebagai Uang Penggantian Hak dan Kewajiban (UPHK), yang diatur dalam Pasal 156 UU Cipta Kerja.
Perhitungannya didasarkan pada jumlah sisa cuti dikalikan dengan upah harian karyawan. Pembayaran UPHK ini wajib dilakukan bersamaan dengan pembayaran gaji terakhir sebagai pemenuhan hak karyawan.
Tantangan Umum dalam Mengelola Cuti Karyawan dan Solusinya
Meskipun terlihat sederhana, manajemen cuti menyimpan berbagai tantangan kompleks yang dapat berdampak pada operasional bisnis. Mulai dari menjaga produktivitas hingga memastikan kepatuhan hukum, departemen HR seringkali dihadapkan pada tugas yang rumit.
Mengidentifikasi tantangan ini adalah langkah pertama untuk menemukan solusi yang efektif. Dengan strategi dan alat yang tepat, pengelolaan cuti dapat diubah dari beban administratif menjadi alat strategis untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan.
a. Menjaga produktivitas tim saat ada anggota yang cuti
Salah satu tantangan terbesar adalah memastikan operasional tim tetap berjalan lancar saat ada anggota yang mengambil cuti. Kekosongan posisi, terutama pada peran krusial, dapat menyebabkan penundaan proyek dan penurunan produktivitas.
Solusinya adalah perencanaan jadwal yang matang dan sistem serah terima tugas yang jelas. Manajer perlu memiliki visibilitas penuh terhadap jadwal cuti tim untuk dapat mengatur distribusi beban kerja secara adil dan efektif.
b. Menghindari pengajuan cuti yang tumpang tindih pada periode sibuk
Pengajuan cuti yang menumpuk pada periode sibuk seperti akhir tahun atau musim liburan dapat melumpuhkan operasional. Tanpa sistem yang teratur, manajer akan kesulitan untuk menyetujui atau menolak pengajuan secara adil dan objektif.
Solusinya adalah menerapkan kebijakan pengajuan cuti jauh-jauh hari dan menggunakan kalender tim yang terintegrasi. Dengan begitu, semua anggota tim dapat melihat jadwal cuti satu sama lain dan merencanakan liburan mereka tanpa mengganggu alur kerja.
c. Memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang kompleks dan sering berubah
Peraturan ketenagakerjaan di Indonesia, termasuk mengenai hak cuti, bersifat dinamis dan kompleks. Perusahaan harus selalu mengikuti pembaruan regulasi dari Kementerian Ketenagakerjaan untuk menghindari risiko hukum dan sanksi administratif.
Solusinya adalah memiliki tim HR yang kompeten atau menggunakan sistem yang selalu diperbarui sesuai regulasi terkini. Mengandalkan sistem manual dapat meningkatkan risiko ketidakpatuhan akibat kelalaian atau ketidaktahuan.
d. Melakukan pencatatan dan perhitungan manual yang rentan human error
Mengelola cuti menggunakan spreadsheet atau pencatatan manual sangat rentan terhadap kesalahan manusia (human error). Salah hitung saldo cuti, lupa mencatat pengajuan, atau kehilangan data dapat menyebabkan ketidakpercayaan dan konflik dengan karyawan.
Solusi paling efektif adalah mengadopsi software HR yang mengotomatiskan seluruh proses. Dari pengajuan hingga perhitungan saldo, sistem digital memastikan akurasi, efisiensi, dan transparansi data.
Otomatiskan Manajemen Cuti Karyawan dengan Software HRIS Total ERP

Menghadapi berbagai tantangan dalam pengelolaan cuti, adopsi teknologi menjadi solusi yang tak terhindarkan bagi perusahaan modern. Total ERP menyediakan Software HRIS terintegrasi yang dirancang untuk menyederhanakan dan mengotomatiskan seluruh siklus manajemen cuti.
Dengan sistem yang komprehensif, perusahaan dapat mengatasi masalah mulai dari pengajuan yang rumit hingga perhitungan yang rentan kesalahan. Modul manajemen cuti dalam aplikasi HRM Total ERP membantu mengubah proses administratif yang memakan waktu menjadi alur kerja yang efisien, transparan, dan patuh pada regulasi.
a. Pengajuan dan persetujuan cuti online yang terpusat dan transparan
Software HRIS Total memungkinkan karyawan untuk mengajukan cuti secara online melalui portal mandiri yang mudah diakses. Manajer akan menerima notifikasi secara real-time dan dapat menyetujui atau menolak pengajuan langsung dari sistem.
Alur kerja persetujuan yang terpusat ini menghilangkan kebutuhan akan formulir kertas dan proses manual yang lambat. Seluruh riwayat pengajuan dan persetujuan tercatat secara digital, menciptakan transparansi penuh bagi semua pihak.
b. Perhitungan saldo cuti otomatis yang akurat dan real-time
Salah satu keunggulan utama sistem ini adalah kemampuannya untuk menghitung saldo cuti secara otomatis dan akurat. Sistem akan secara otomatis memperbarui sisa cuti setiap kali ada pengajuan yang disetujui, termasuk perhitungan prorata untuk karyawan baru.
Hal ini meminimalisir risiko human error dan memastikan data saldo cuti selalu terkini. Karyawan dan manajer dapat melihat informasi ini kapan saja, mengurangi pertanyaan berulang kepada departemen HR.
c. Visibilitas kalender tim untuk perencanaan jadwal yang lebih baik
Sistem ini dilengkapi dengan fitur kalender tim yang memberikan visibilitas penuh terhadap jadwal cuti seluruh anggota. Manajer dapat dengan mudah melihat siapa saja yang akan cuti pada periode tertentu, sehingga dapat merencanakan distribusi tugas dan menghindari tumpang tindih.
Fitur ini sangat membantu dalam menjaga produktivitas tim dan memastikan kelancaran operasional, bahkan saat beberapa anggota tim sedang tidak berada di kantor. Perencanaan sumber daya menjadi lebih strategis dan efektif.
d. Pelaporan dan analisis data cuti untuk pengambilan keputusan strategis
Software HRIS Total ERP menyediakan dasbor analitik yang menyajikan laporan data cuti secara komprehensif. Manajemen dapat menganalisis tren cuti, seperti periode puncak pengajuan atau jenis cuti yang paling sering diambil.
Data ini sangat berharga untuk pengambilan keputusan strategis terkait manajemen sumber daya manusia. Misalnya, perusahaan dapat merancang kebijakan yang lebih baik atau merencanakan alokasi staf selama periode liburan berdasarkan data historis yang akurat.
Kesimpulan
Mengelola jenis-jenis cuti karyawan membutuhkan sistem yang jelas agar hak karyawan tetap terpenuhi dan perusahaan patuh terhadap regulasi. Tanpa pengelolaan yang rapi, risiko kesalahan administrasi dan gangguan operasional sulit dihindari.
Dengan dukungan Software Total ERP, proses pengajuan, persetujuan, dan pencatatan cuti dapat berjalan lebih terstruktur dan akurat. HR juga memperoleh visibilitas yang lebih baik untuk perencanaan tenaga kerja dan pengambilan keputusan.
Penerapan sistem yang tepat membantu menciptakan manajemen cuti yang efisien dan transparan. Untuk melihat langsung cara kerjanya, Anda dapat menjadwalkan demo gratis Software Total ERP.
FAQ tentang Jenis Cuti Karyawan
Ya, pada umumnya kebijakan cuti bersama akan memotong jatah cuti tahunan karyawan. Namun, hal ini harus didasarkan pada kesepakatan antara perusahaan dan karyawan yang tertuang dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan.
Masa berlaku sisa cuti tahunan sebelum hangus diatur oleh kebijakan internal perusahaan. Umumnya, perusahaan memberikan waktu 6 bulan di tahun berikutnya bagi karyawan untuk menggunakan sisa cutinya, setelah itu sisa cuti tersebut akan hangus.
Karyawan kontrak (PKWT) juga berhak atas cuti tahunan setelah bekerja selama 12 bulan secara terus-menerus. Jika kontrak berakhir sebelum 12 bulan, hak cutinya dapat dihitung secara prorata sesuai dengan kebijakan perusahaan.
Perusahaan dapat menunda atau menolak pengajuan cuti tahunan jika ada kepentingan mendesak yang memerlukan kehadiran karyawan. Namun, penolakan tersebut harus disertai alasan yang jelas dan perusahaan tetap wajib memberikan hak cuti tersebut di lain waktu.
Perusahaan yang tidak memberikan hak cuti kepada karyawan dapat dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sanksi tersebut bisa berupa teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, hingga denda administratif.













